Rabu, 22 Juli 2009

Renjana Pembangunan Ekonomi Santan

Perencanaan pembangunan ekonomi santan
Pertanian
1. Adanya kelompok tani untuk mengkoordinir pertanian
- Cara2 untuk tanaman yang berkualitas
- Perawatan tanaman
- Pengemasan hasil petani dengan cara modern
- Pemasaran
Hal yang diperlukann untuk ini mencari orang yang menjadi panutan bagi para petani…
Pemberdayaan ibu-ibu
1. Pembuatan kue-kue untuk menjadi ciri khas santan tengah.
- Adanya kompetisi pembuatan kue untuk mengetahui jenis kue apa aja yang bias dibuat oleh ibu2 santan.
- Setelah itu kita pilih kue yang bisa menjadi ciri khas santan tengah. Kemudian di patenkan
- Kue yang lain yang enak bisa dikemas untuk di pasarkan.
- Target pemasaran santan sendiri, bontang dan sekitarnya.
2. Taman bunga
- Penanaman semua jenis bunga-bunga yang ada disantan.
- Penanaman jenis bunga-bunga
- Adanya suatu tempat untuk penanaman bunga-bunga yang bisa menjadi taman bunga.
- Untuk jangka panjangnya santan kelak di sepanjang jalan tumbuh bunga-bunga.
- Dengan bunga itu salah satu sumber ekonomi bagi santan
Sama hal dengan pertanian hal ini diperlukan juga seorang ibu yang menjadi panutan ibu-ibu lainya.
Pemberdayaan remaja.
Remaja yang ada disantan sebagai aseet yang harus dibina sesuai dengan bakat apa yang tersembunyi,. Untuk mengetahui bakat itu perlu adanya pembaruan dengan mereka. Apa yang bisa diperbuat. Pada dasarnya pemuda santan tidak kenal dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat tetapi ada yang saya kangum ama mereka, mereka semuanya selalu bahagia dan punya kekuatan otok yang super dan pekerja keras . tapi hasil kerja mereka kadang tidak ada yang dilihat. Sebab kebahagian mereka terkadang salah untuk menyalurkan.
Untuk hal ini perlu orang tua yang menjadi panutan suatu kampung, sebab remaja mempunyai sifat keras.

Pemberdayaan Pelajar
1. Pencarian bakat dari segala bidang :
- Teknologi
- Seni
- Olah raga
Dengan mengetahui bakat yang ada perlu adanya pelatihan yang rutin
Bidang teknologi
Santan harus punya remaja yang bisa menguasai teknologi
Bidang Seni
- Seni Dakwah
- Seni Musik
- Dan seni lainya yang bisa dikembangkan
Olah raga
- Sepak bola
- Bulutangkis
- Voly
- Dan lainya

Dari kesemuanya itu perlu system yang bisa menopang untuk suatu keseimbangan..
Keseimbangan yang di maksud adalah adanya keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya dimana adanya perputaran dari setiap yang satu dengan yang lainnya.

Jumat, 11 Juli 2008

Sejarah teori ekonomi

Sejarah Perkembangan Teori Ekonomi adalah suatu pemikiran kapitalisme yang terlebih dahulu yang harus dilacak melalui sejarah perkembangan pemikiran ekonomi dari era Yunani kuno sampai era sekarang. Aristoteles adalah yang pertama kali memikirkan tentang transaksi ekonomi dan membedakan diantaranya antara yang bersifat "natural" atau "unnatural". Transaksi natural terkait dengan pemuasan kebutuhan dan pengumpulan kekayaan yang terbatasi jumlahnya oleh tujuan yang dikehendakinya. Transaksi un-natural bertujuan pada pengumpulan kekayaan yang secara potensial tak terbatas. Dia menjelaskan bahwa kekayaan un-natural tak berbatas karena dia menjadi akhir dari dirinya sendiri ketimbang sebagai sarana menuju akhir yang lain yaitu pemenuhan kebutuhan. Contoh dati transaksi ini disebutkan adalah perdagangan moneter dan retail yang dia ejek sebagai "unnatural" dan bahkan tidak bermoral. Pandangannya ini kelak akan banyak dipuji oleh para penulis Kristen di Abad Pertengahan.

Aristotle juga membela kepemilikan pribadi yang menurutnya akan dapat memberi peluang seseorang untuk melakukan kebajikan dan memberikan derma dan cinta sesama yang merupakan bagian dari “jalan emas” dan “kehidupan yang baik ala Aristotle.

Chanakya (c. 350-275 BC) adalah tokoh berikutnya. Dia sering mendapat julukan sebagai Indian Machiavelli. Dia adalah professor ilmu politik pada Takshashila University dari India kuno dan kemudian menjadi Prime Minister dari kerajaan Mauryan yang dipimpin oleh Chandragupta Maurya. Dia menulis karya yang berjudul Arthashastra (Ilmu mendapatkan materi) yang dapat dianggap sebagai pendahulu dari Machiavelli's The Prince. Banyak masalah yang dibahas dalam karya itu masih relevan sampai sekarang, termasuk diskusi tentang bagaiamana konsep manajemen yang efisien dan solid, dan juga masalah etika di bidang ekonomi. Chanakya juga berfokus pada isu kesejahteraan seperti redistribusi kekayaan pada kaum papa dan etika kolektif yang dapat mengikat kebersamaan masyarakat.

Tokoh pemikir Islam juga memberikan sumbangsih pada pemahaman di bidang ekonomi. ibn Khaldun dari Tunis (1332–1406) menulis masalah teori ekonomi dan politik dalam karyanya Prolegomena, menunjukkan bagaimana kepadatan populasi adalah terkait dengan pembagian tenaga kerja yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang sebaliknya mengakibatkan pada penambahan populasi dalam sebuah lingkaran. Dia juga memperkenalkan konsep yang biasa disebut dengan Khaldun-Laffer Curve (keterkaitan antara tingkat pajak dan pendapatan pajak dalam kurva berbentuk huruf U).

Perintis pemikiran barat di bidang ekonomi terkait dengan debat scholastic theological selama Middle Ages. Masalah yang penting adalah tentang penentuan harga barang. Penganut Katolik dan Protestan terlibat dalam perdebatan tentang apa itu yang disebut “harga yang adil” di dalam ekonomi pasar. Kaum skolastik Spanyol di abad 16 mengatakan bahwa harga yang adil tak lain adalah harga pasar umum dan mereka umumnya mendukung filsafat laissez faire.

Selanjutnya pada era Reformation pada 16th century, ide tentang perdagangan bebas muncul yang kemudian diadopsi secara hukum oleh Hugo de Groot atau Grotius. Kebijakan ekonomi di Europe selama akhir Middle Ages dan awal Renaissance adalah memberlakukan aktivitas ekonomi sebagai barang yang ditarik pajak untuk para bangsawan dan gereja. Pertukaran ekonomi diatur dengan hukum feudal seperti hak untuk mengumpulkan pajak jalan begitu juga pengaturan asosiasi pekerja (guild) dan pengaturan religious dalam masalah penyewaan. Kebijakan ekonomi seperti itu didesain untuk mendorong perdagangan pada wilayah tertentu. Karena pentingnya kedudukan sosial, aturan-aturan terkait kemewahan dijalankan, pengaturan pakaian dan perumahan meliputi gaya yang diperbolehkan, material yang digunakan dan frekuensi pembelian bagi masing-masing kelas yang berbeda.

Niccolò Machiavelli dalam karyanya The Prince adalah penulis pertama yang menyusun teori kebijakan ekonomi dalam bentuk nasihat. Dia melakukannya dengan menyatakan bahwa para bangsawan dan republik harus membatasi pengeluarannya, dan mencegah penjarahan oleh kaum yang punya maupun oleh kaum kebanyakan. Dengan cara itu maka negara akan dilihat sebagai “murah hati” karena tidak menjadi beban berat bagi warganya. Selama masa Early Modern period, mercantilists hampir dapat merumuskan suatu teori ekonomi tersendiri. Perbedaan ini tercermin dari munculnya negara bangsa di kawasan Eropa Barat yang menekankan pada balance of payments.

Tahap ini kerapkali disebut sebagai tahap paling awal dari perkembangan modern capitalism yang berlangsung pada periode antara abad 16th dan 18th, kerap disebut sebagai merchant capitalism dan mercantilism. Babakan ini terkait dengan geographic discoveries oleh merchant overseas traders, terutama dari England dan Low Countries; European colonization of the Americas; dan pertumbuhan yang cepat dari perdagangan luar negeri. Hal ini memunculkan kelas bourgeoisie dan menenggelamkan feudal system yang sebelumnya.

Mercantilism adalah sebuah sistem perdagangan untuk profit, meskipun produksi masih dikerjakan dengan non-capitalist production methods. Karl Polanyi berpendapat bahwa capitalism belum muncul sampai berdirinya free trade di Britain pada 1830s.

Di bawah mercantilism, European merchants, diperkuat oleh sistem kontrol dari negara, subsidies, and monopolies, menghasilkan kebanyakan profits dari jual-beli bermacam barang. Dibawah mercantilism, guilds adalah pengatur utama dari ekonomi. Dalam kalimat Francis Bacon, tujuan dari mercantilism adalah :

"the opening and well-balancing of trade; the cherishing of manufacturers; the banishing of idleness; the repressing of waste and excess by sumptuary laws; the improvement and husbanding of the soil; the regulation of prices…"

Diantara berbagai mercantilist theory salah satunya adalah bullionism, doktrin yang menekankan pada pentingnya akumulasi precious metals. Mercantilists berpendapat bahwa negara seharusnya mengekspor barang lebih banyak dibandingkan jumlah yang diimport sehingga luar negeri akan membayar selisihnya dalam bentuk precious metals. Mercantilists juga berpendapat bahwa bahan mentah yang tidak dapat ditambang dari dalam negeri maka harus diimport, dan mempromosikan subsidi, seperti penjaminan monopoli protective tariffs, untuk meningkatkan produksi dalam negeri dari manufactured goods.

Para perintis mercantilism menekankan pentingnya kekuatan negara dan penaklukan luar negeri sebagai kebijakan utama dari economic policy. Jika sebuah negara tidak mempunyai supply dari bahan mentahnnya maka mereka harus mendapatkan koloni darimana mereka dapat mengambil bahan mentah yang dibutuhkan. Koloni berperan bukan hanya sebagai penyedia bahan mentah tapi juga sebagai pasar bagi barang jadi. Agar tidak terjadi suatu kompetisi maka koloni harus dicegah untuk melaksanakan produksi dan berdagang dengan pihak asing lainnya.

Selama the Enlightenment, physiocrats Perancis adalah yang pertama kali memahami ekonomi berdiri sendiri. Salah satu tokoh yang terpenting adalah Francois Quesnay. Diagram ciptaannya yang terkenal, tableau economique, oleh kawan-kawannya dianggap sebagai salah satu temuan ekonomi terbesar setelah tulisan dan uang. Diagram zig-zag ini dipuji sebagai rintisan awal bagi pengembangan banyak tabel dalam ekonomi modern, ekonometrik, multiplier Keynes, analisis input-output, diagram aliran sirkular dan model keseimbangan umum Walras.

Tokoh lain dalam periode ini adalah Richard Cantillon, Jaques Turgot, dan Etienne Bonnot de Condillac. Richard Cantillon (1680-1734) oleh beberapa sejarawan ekonomi dianggap sebagai bapak ekonomi yang sebenarnya. Bukunya Essay on the Naturof Commerce ini General (1755, terbit setelah dia wafat) menekankan pada mekanisme otomatis dalam pasar yakni penawaran dan permintaan, peran vital dari kewirausahaan, dan analisis inflasi moneter “pra-Austrian” yang canggih yakni tentang bagaimana inflasi bukan hanya menaikkan harga tetapi juga mengubah pola pengeluaran.

Jaques Turgot (1727-81) adalah pendukung laissez faire, pernah menjadi menteri keuangan dalam pemerintahan Louis XVI dan membubarkan serikat kerja (guild), menghapus semua larangan perdagangan gandum dan mempertahankan anggaran berimbang. Dia terkenal dekat dengan raja meskipun akhirnya dipecat pada 1776. Karyanya Reflection on the Formation and Distribution of Wealth menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang perekonomian. Sebagai seorang physiocrats, Turgot membela pertanian sebagai sektor paling produktif dalam ekonomi. Karyanya yang terang ini memberikan pemahaman yang baik tentang preferensi waktu, kapital dan suku bunga, dan peran enterpreneur-kapitalis dalam ekonomi kompetetitif.

Etienne Bonnot de Condillac (1714-80) adalah orang yang membela Turgot di saat-saat sulit tahun 1775 ketika dia menghadapi kerusuhan pangan saat menjabat sebagai menteri keuangan. Codillac juga merupakan seorang pendukung perdagangan bebas. Karyanya Commerce and Government (terbit sebulan sebelum The Wealth of Nation, 1776) mencakup gagasan ekonomi yang sangat maju. Dia mengakui manufaktur sebagai sektor produktif, perdagangan sebagai representasi nilai yang tak seimbang dimana kedua belah pihak bisa mendapat keuntungan, dan mengakui bahwa harga ditentukan oelh nilai guna, bukan nilai kerja.

Tokoh lainnya, Anders Chydenius (1729–1803) menulis buku The National Gain pada 1765 yang menerangkan ide tentang kemerdekaan dalam perdagangan dan industri dan menyelidiki hubungan antara ekonomi dan masyarakat dan meletakkan dasar liberalism, sebelas tahun sebelum Adam Smith menulis hal yang sama namun lebih komprehensif dalamThe Wealth of Nations. Menurut Chydenius, democracy, kesetaraan dan penghormatan pada hak asasi manusia adalah jalan satu-satunya untuk kemajuan dan kebahagiaan bagi seluruh anggota masyarakat.

Mercantilism mulai menurun di Great Britain pada pertengahan 18th, ketika sekelompok economic theorists, dipimpin oleh Adam Smith, menantang dasar-dasar mercantilist doctrines yang berkeyakinan bahwa jumlah keseluruhan dari kekayaan dunia ini adalah tetap sehingga suatu negara hanya dapat meningkatkan kekayaannya dari pengeluaran negara lainnya. Meskipun begitu, di negara-negara yang baru berkembang seperti Prussia dan Russia, dengan pertumbuhan manufacturing yang masih baru, mercantilism masih berlanjut sebagai paham utama meskipun negara-negara lain sudah beralih ke paham yang lebih baru.

Pemikiran ekonomi modern biasanya dinyatakan dimulai dari terbitnya Adam Smith's The Wealth of Nations, pada 1776, walaupun pemikir lainnya yang lebih dulu juga memberikan kontribusi yang tidak sedikit. Ide utama yang diajukan oleh Smith adalah kompetisi antara berbagai penyedia barang dan pembeli akan menghasilkan kemungkinan terbaik dalam distribusi barang dan jasa karena hal itu akan mendorong setiap orang untuk melakukan spesialisasi dan peningkatan modalnya sehingga akan menghasilkan nilai lebih dengan tenaga kerja yang tetap. Smith's thesis berkeyakinan bahwa sebuah sistem besar akan mengatur dirinya sendiri dengan menjalankan aktivits-aktivitas masing-masing bagiannya sendiri-sendiri tanpa harus mendapatkan arahan tertentu. Hal ini yang biasa disebut sebagai "invisible hand" dan masih menjadi pusat gagasan dari ekonomi pasar dan capitalism itu sendiri.

Smith adalah salah satu tokoh dalam era Classical Economics dengan kontributor utama John Stuart Mill and David Ricardo. John Stuart Mill, pada awal hingga pertengahan abad 19th, berfokus pada "wealth" yang didefinisikannya secara khusus dalam kaitannya dengan nilai tukar obyek atau yang sekarang disebut dengan price.

Pertengahan abad 18th menunjukkan peningkatan pada industrial capitalism, memberi kemungkinan bagi akumulasi modal yang luas di bawah fase perdagangan dan investasi pada mesin-mesin produksi. Industrial capitalism, yang dicatat oleh Marx mulai dari pertigaan akhir abad 18th, menandai perkembangan dari the factory system of manufacturing, dengan ciri utama complex division of labor dan routinization of work tasks; dan akhirnya memantapkan dominasi global dari capitalist mode of production.

Hasil dari proses tersebut adalah Industrial Revolution, dimana industrialist menggantikan posisi penting dari merchant dalam capitalist system dan mengakibatkan penurunan traditional handicraft skills dari artisans, guilds, dan journeymen. Juga selam masa ini, capitalism menandai perubahan hubungan antara British landowning gentry dan peasants, meningkatkan produksi dari cash crops untuk pasar lebih daripada yang digunakan untuk feudal manor. Surplus ini dihasilkan dengan peningkatan commercial agriculture sehingga mendorong peningkatan mechanization of agriculture.

Peningakatan industrial capitalism juga terkait dengan penurunan mercantilism. Pertengahan hingga akhir abad sembilan belas Britain dianggap sebagai contoh klasik dari laissez-faire capitalism. Laissez-faire mendapatkan momentum oleh mercantilism di Britain pada 1840s dengan persetujuan Corn Laws dan Navigation Acts. Sejalan dengan ajaran classical political economists, dipimpin oleh Adam Smith dan David Ricardo, Britain memunculkan liberalism, mendorong kompetisi dan perkembangan market economy.

Pada abad 19th, Karl Marx menggabungkan berbagai aliran pemikiran meliputi distribusi sosial dari sumber daya, mencakup karya Adam Smith, juga pemikiran socialism dan egalitarianism, dengan menggunakan pendekatan sistematis pada logika yang diambil dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel untuk menghasilkan Das Kapital. Ajarannya banyak dianut oleh mereka yang mengkritik ekonomi pasar selama abad 19th dan 20th. Ekonomi Marxist berlandaskan pada labor theory of value yang dasarnya ditanamkan oleh classical economists (termasuk Adam Smith) dan kemudian dikembangkan oleh Marx. Pemikiran Marxist beranggapan bahwa capitalism adalah berlandaskan pada exploitation kelas pekerja: pendapatan yang diterima mereka selalu lebih rendah dari nilai pekerjaan yang dihasilkannya, dan selisih itu diambil oleh capitalist dalam bentuk profit.

Pada akhir abad 19th, kontrol dan arah dari industri skala besar berada di tangan financiers. Masa ini biasa disebut sebagai "finance capitalism," dicirikan dengan subordination proses produksi ke dalam accumulation of money profits dalam financial system. Penampakan utama capitalism pada masa ini mencakup establishment of huge industrial cartels atau monopolies; kepemilikan dan management dari industry oleh financiers berpisah dari production process; dan pertumbuhan dari complex system banking, sebuah equity market, dan corporate memegang capital melalui kepemilikan stock. Tampak meningkat juga industri besar dan tanah menjadi subject of profit dan loss oleh financial speculators. Akhir abad 19th juga muncul "marginal revolution" yang meningkatkan dasar pemahaman ekonomi mencakup konsep-konsep seperti marginalism dan opportunity cost. Lebih lanjut, Carl Menger menyebarkan gagasan tentang kerangka kerja ekonomi sebagai opportunity cost dari keputusan yang dibuat pada margins of economic activity.

Akhir 19th dan awal 20th capitalism juga disebutkan segagai era "monopoly capitalism," ditandai oleh pergerakan dari laissez-faire phase of capitalism menjadi the concentration of capital hingga mencapai large monopolistic atau oligopolistic holdings oleh banks and financiers, dan dicirikan oleh pertumbuhan corporations dan pembagian labor terpisah dari shareholders, owners, dan managers.

Perkembangan selanjutnya ekonomi menjadi lebih bersifat statistical, dan studi tentang econometrics menjadi penting. Statistik memperlakukan price, unemployment, money supply dan variabel lainnya serta perbandingan antar variabel-variabel ini, menjadi sentral dari penulisan ekonomi dan menjadi bahan diskusi utama dalam lapangan ekonomi. Pada quarter terakhir abad 19th, kemunculan dari large industrial trusts mendorong legislation di U.S. untuk mengurangi monopolistic tendencies dari masa ini. Secara berangsur-angsur, U.S. federal government memainkan peranan yang lebih besar dalam menghasilkan antitrust laws dan regulation of industrial standards untuk key industries of special public concern. Pada akhir abad 19th, economic depressions dan boom and bust business cycles menjadi masalah yang tak terselesaikan. Long Depression dari 1870s dan 1880s dan Great Depression dari 1930s berakibat pada nyaris keseluruhan capitalist world, dan menghasilkan pembahasan tentang prospek jangka panjang capitalism. Selama masa 1930s, Marxist commentators seringkali meyakinkan kemungkinan penurunan atau kegagalan capitalism, dengan merujuk pada kemampuan Soviet Union untuk menghindari akibat dari global depression.

Macroeconomics mulai dipisahkan dari microeconomics oleh John Maynard Keynes pada 1920s, dan menjadi kesepakatan bersama pada 1930s oleh Keynes dan lainnya, terutama John Hicks. Mereka mendapat ketenaran karena gagasannya dalam mengatasi Great Depression. Keynes adalah tokoh penting dalam gagasan pentingnya keberadaaan central banking dan campur tangan pemerintah dalam hubungan ekonomi. Karyanya "General Theory of Employment, Interest and Money" menyampaikan kritik terhadap ekonomi klasik dan juga mengusulkan metode untuk management of aggregate demand. Pada masa sesudah global depression pada 1930s, negara memainkan peranan yang penting pada capitalistic system di hampir sebagian besar kawasan dunia. Pada 1929, sebagai contoh, total pengeluaran U.S. government (federal, state, and local) berjumlah kurang dari sepersepuluh dari GNP; pada 1970s mereka berjumlah mencapai sepertiga. Peningkatan yang sama tampak pada industrialized capitalist economies, sepreti France misalnya, telah mencapai ratios of government expenditures dari GNP yang lebih tinggi dibandingkan United States. Sistem economies ini seringkali disebut dengan "mixed economies."

Selama periode postwar boom, penampakan yang luasa dari new analytical tools dalam social sciences dikembangkan untuk menjelaskan social dan economic trends dari masa ini, mencakup konsep post-industrial society dan welfare statism. Phase dari capitalism sejak awal masa postwar hingga 1970s memiliki sesuatu yang kerap disebut sebagai “state capitalism”, terutama oleh Marxian thinkers.

Banyak economists menggunakan kombinasi dari Neoclassical microeconomics dan Keynesian macroeconomics. Kombinasi ini, yang sering disebut sebagai Neoclassical synthesis, dominan pada pengajaran dan kebijakan publik pada masa sesudah World War II hingga akhir 1970s. pemikiran neoclassical mendapat bantahan dari monetarism, dibentuk pada akhir 1940s dan awal 1950s oleh Milton Friedman yang dikaitkan dengan University of Chicago dan juga supply-side economics.

Pada akhir abad 20th terdapat pergeseran wilayah kajian dari yang semula berbasis price menjadi berbasis risk, keberadaan pelaku ekonomi yang tidak sempurna dan perlakuan terhadap ekonomi seperti biological science, lebih menyerupai norma evolutionary dibandingkan pertukaran yang abstract. Pemahaman akan risk menjadi signifikan dipandang sebagai variasi price over time yang ternyata lebih penting dibanding actual price. Hal ini berlaku pada financial economics dimana risk-return tradeoffs menjadi keputusan penting yang harus dibuat.

Masa postwar boom yang lama berakhir pada 1970s dengan adanya economic crises experienced mengikuti 1973 oil crisis. “stagflation” dari 1970s mendorong banyak economic commentators politicians untuk memunculkan neoliberal policy diilhami oleh laissez-faire capitalism dan classical liberalism dari abad 19th, terutama dalam pengaruh Friedrich Hayek dan Milton Friedman. Terutama, monetarism, sebuah theoretical alternative dari Keynesianism yang lebih compatible dengan laissez-faire, mendapat dukungan yang meningkat increasing dalam capitalist world, terutama dibawah kepemimpinan Ronald Reagan di U.S. dan Margaret Thatcher di UK pada 1980s.

Area perkembangan yang paling pesat kemudian adalah studi tentang informasi dan keputusan. Contoh pemikiran ini seperti yang dikemukakan oleh Joseph Stiglitz. Masalah-masalah ketidakseimbangan informasi dan kejahatan moral dibahas disini seperti karena mempengaruhi modern economic dan menghasilkan dilema-dilema seperti executive stock options, insurance markets, dan Third-World debt relief.

Pengamat: Pemadaman Listrik Bergilir Tak Efektif

Pengamat: Pemadaman Listrik Bergilir Tak Efektif

Liputan6.com, Jakarta: Sudiono kesal begitu mendengar besok listrik akan padam. Sebab, pengusaha jaket skala kecil ini akan merugi karena tak bisa berproduksi. "Rugi sudah jelas," kata Sudiono di Jakarta, Kamis (10/7).

Padahal dalam sejam, seorang pekerjanya sanggup menyelesaikan tiga jaket. "Harusnya dapat duit, tidak dapat apa-apa," tutur Yanto, karyawan Sudiono.

Sebenarnya, Sudiono bisa tetap berproduksi dengan menggunakan generator listrik atau genset. Tapi, dia tak mampu membelinya. Sedangkan genset murahan gampang rusak.

Selain pemadaman bergilir, pemerintah juga menetapkan kebijakan hari libur industri juga akan digeser ke Senin hingga Jumat agar beban listrik merata. Ini semua untuk menghemat pemakaian listrik yang pasokannya bakal kurang sampai akhir tahun ini.

Namun, pengamat menilai kebijakan tersebut tidak akan efektif. "Ini suatu kebijakan yang sebenarnya bukan berasal rundingan dengan pihak lain. Tapi, diambil dan kemudian diputusakan dalam tiga bulan semua disesuaikan," kata M. Ikhsan Modjo, Ekonom Indef. "Kenapa tak didiskusikan dulu sama pabrik. Mereka yang lebih tahu apa yang terbaik."

Rencana pemadaman listrik dengan alasan penghematan dinilai oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia sebagai bentuk buruknya pelayanan PLN terhadap konsumen. Menurut Tulus Abadi, anggota YLKI, sesuai dengan Undang-undang Kelistrikan nomor 15 tahun 1985, PLN wajib memberikan listrik secara terus menerus kepada pelanggan.

Berdasarkan hasil pengaduan konsumen tentang pemadaman listrik, PLN juga lemah dalam sosialisasi pemadaman. Sehingga banyak warga yang tidak tahu daerahnya akan terkena pemadaman.

Siang tadi, rapat membahas penghematan listrik digelar di Kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla. Rapat dihadiri sejumlah menteri terkait dengan masalah tersebut dan Menteri Tenaga Kerja Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno.

Pemadaman listrik bergilir akan mulai dilakukan di Jakarta mulai 11 sampai 17 Juli mendatang. Untuk hari pertama, pemadaman bakal dilakukan di kawasan Gambir, Kebayoran, Kramat Jati, serta Tangerang

keputusan Pemerintah Indonesia yang pada akhirnya menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi,

Pemerintah Indonesia yang pada akhirnya menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, rata-rata sebesar 28,7%. Kita berbela sungkawa karena dampak luarbiasa yang akan terjadi beberapa bulan ke depan dalam penurunan kondisi kehidupan kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Mereka ini merupakan kelompok yang bukan saja termasuk masyarakat penerima BLT tetapi juga meliputi sekitar 40% warga masyarakat berpendapatan rendah di seluruh penjuru tanah air.

Dampak kenaikkan harga BBM sudah pasti akan menyusahkan rakyat berpendapatan rendah. Dampak multiplier negatif tahap pertama segera terjadi dengan resminya Pemerintah menambah tarif minyak tanah Rp 500 per liternya dan tarif angkutan umum rakyat miskin 15% efektif satu minggu ke depan. Bagi kepentingan kelompok berpendapatan rendah yang masih mencicil kredit kendaraan roda duanya, bersiap-siaplah mengurangi kepergiannya karena setiap kilometer perjalanan perlu memperhitungkan dampak kenaikkan harga premium sebesar Rp.1500 per liternya di seluruh SBPU di tanah air. Beberapa organisasi pimpinan bisnis dan lembaga risetpun sudah mencanangkan akan terjadinya malapetaka konsumen. Contohnya, harga produk-produk makanan dan minuman diperkirakan akan naik rata-rata 3-5%, menurut perhitungan matematis Jasa Ritel AC Nilsen. Demikian juga produk-produk yang menggunakan komponen energi dalam proses produksinya, maka harga jualnya produknya akan naik 5-10%, sebagaimana diutarakan oleh Bapak Rachmat Gobel.

Dampak multiplier negatif tahap kedua diperkirakan akan terjadi akibat kenaikkan tarif daya listrik PLN yang paling cepat segera akan disesuaikan beberapa bulan ke depan. Demikian juga sebagian besar Pemerintah Kota Kabupaten segera akan meningkatkan tingkat upah minimum regionalnya, mengatasi kenaikan inflasi di wilayahnya masing-masing. Pengaruh dari dua kebijakan sentral ini adalah akan memukul langsung kinerja pemanfaatan kapasitas produksi sektor manufaktur di Indonesia. Para pengusaha di sektor kegiatan ekonomi tersebut tentunya akan mengurangi jumlah jam kerja para pekerja berpendapatan rendah, bahkan sekarang terbuka celah untuk juga melakukan pemutusan kontrak hubungan kerja. Jika ini terjadi, akibatnya malapetaka bagi kepentingan para rumahtangga berpendapatan rendah karena tertimpa jatuhnya anak tangga dua kali.

Dampak multiplier negatif tahap lebih berikutnya yang akan segera tiba karena kenaikkan harga-harga sebagian besar kebutuhan pokok dan belanja penting lainnya, karena ramalan Pemerintah akan adanya inflasi di atas 12% setelah bulan September 2008. Tingkat inflasi nyata tentunya akan lebih tinggi lagi mengingat akan tibanya bulan Ramadhan dan Hari Raya Islam. Jika Pemerintah tetap akan mempertahankan target inflasi “moderate” pada akhir tahun, bukan tidak mungkin tingkat bunga akan dikatrol naik, Sehingga jika ini terjadi maka resiko kegagalan penanganan perekonomian nasional akan terbuka lebar, dengan kemungkinan naiknya berbagai peristiwa masal gagal bayar kredit rumah murah, kredit motor, kredit modal kerja UKM dan pinjaman-pinjaman rakyat miskin dari para pemilik kapital di sektor informal.

Dengan berbagai pengaruh dampak multiplier negatif diatas, apakah bantuan langsung dan kegiatan sosial yang bersifat “ membagi-bagi permen” akan cukup berarti dalam meringankan beban masyarakat berpendapatan rendah?.

Andaikata saja sekarang dilakukan riset survey jajak pendapat masyarakat berpendapatan rendah atas kebijakan Pemerintah dalam menanggulangi dampak negatif ini, sudah dapat dipastikan jawabannya akan mengatakan tidak efektif. Hal ini mengingat juga bahwa setahun dari saat ini, dimana keberadaan para pembuat keputusan kebijakan nasional 24 Mei 2008 belum tentu akan berada dalam posisi jabatannya sekarang, bantuan tersebut akan diberhentikan. Kemudian yang tersisa adalah rakyat yang berpendapatan rendah dengan kondisi keterpurukan….. sementara mereka pada tahun 2009 akan diminta suaranya untuk segera memilih para pemburu jabatan tinggi legislatif di DPR, MPR dan jabatan-jabatan strategis di Pemerintahan, yang belum tentu akan memikirkan kepentingan rakyat miskin!!!!

Perkembangan Ekonomi Indonesia Terus Membaik

Perkembangan Ekonomi Indonesia Terus Membaik


Perkembangan ekonomi Indonesia pada 2007-2008 akan terus membaik. Optimisme ini diungkapkan oleh Country Director Asia Development Bank (ADB) Edgar A. Chua.

Menurut prediksi ADB, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan mencapai 6 persen Produk Domestik Bruto.
Sedangkan tahun depan, pertumbuhan lebih tinggi lagi hingga 6,3 persen.

"Pertumbuhan ini yang tertinggi dalam satu dekade terakhir perkembangan ekonomi Indonesia," kata Cua dalam Asia Development Outlook 2007 di kantor ADB di Jakarta.

Pertumbuhan itu didukung oleh penurunan suku bunga yang akan mendorong investasi dan konsumsi lebih besar. Selain itu, investasi tetap bruto dan industri manufaktur akan meningkat.

Surplus neraca pembayaran pemerintah diprediksi turun menjadi 1 persen dan 0,7 persen terhadap PDB.

Meski pertumbuhan ekonomi lumayan tinggi, angka pengangguran belum banyak berkurang. Untuk itu, Indonesia perlu beberapa proyek investasi besar sebagai katalis, misalnya proyek-proyek infrastruktur. "Infrastruktur harus terus didorong," kata Cua.

Tantangan lain, adalah bencana yang diperkirakan masih banyak terjadi dan masalah kepastian hukum.

Rabu, 09 April 2008

pertumbuhan eknomi

katan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) minggu yang lalu telah menggelar sidang pleno tahunan selama dua hari di Hotel Nikko, dengan tema umum “Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja Baru”. Banyak masalah dibahas, baik dari segi ekonomi makro, maupun mikro atau sektoral. Yang penting adalah persentasi Dr. Miranda Gultom pada hari pertama, sesion pertama, sehingga papernya bisa dipandang sebagai referensi utama. Judul papernya adalah “Mengapa Stabilitas Makro Telah Tercapai Namun Sangat Lambat dalam Menggerakkan Pertumbuhan Ekonomi?”. Cara analisanya adalah konvensional, yang juga sudah sering dilakukan oleh penulis ini. Walaupun Sdr. Miranda di sidang pleno ISEI ini bicara dalam kedudukan pribadinya, namun ia menjabat Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, sehingga pandangannya kiranya sejajar dengan kebijakan moneter yang resmi. Sdr. Miranda senantiasa memberi tekanan kepada misi utama Bank Indonesia di zaman reformasi ini, yakni misi tunggal menjaga nilai rupiah, yang secara operasional juga bisa disebut menjaga rendahnya inflasi (misi resmi sekarang adalah inflation targeting). Ia juga beberapa kali menyebut good governance sebagai pedoman pokok. Sdr. Miranda membuka papernya dengan kalimat: “Evaluasi secara umum terhadap kondisi makro-ekonomi hingga triwulan I 2005 menunjukkan bahwa stabilitas perekonomian yang telah mulai dicapai dalam kurun waktu dua tahun terakhir masih dapat dipertahankan sebagaimana tercermin pada indikator utama makro-ekonomi seperti perkembangan besaran moneter, suku bunga, nilai tukar, inflasi, dan indikator kinerja perbankan”.

Perkembangan besaran moneter, diukur dengan M-zero (base money), maupun dengan ukuran M1 dan M2, semuanya masih ada dalam kisaran yang aman dan stabil. Suku bunga SBI satu bulan menunjukkan penurunan konsisten dari sekitar 17% pada awal 2002 menjadi sekitar 7,4% pada awal 2005. Penurunan suku bunga tersebut diikuti oleh penurunan suku bunga kredit, walaupun dengan pola penurunan yang relatip lambat. Nilai tukar rupiah selama beberapa periode terakhir bergerak relatif stabil dengan tingkat volatilitas yang cukup rendah. Secara tahunan, inflasi terus mengalami penurunan yang konsisten dari 12,55% pada tahun 2001 menjadi 6,4% pada akhir 2004.

Inflasi di Indonesia bak penyakit endemis (seperti malaria) dan berakar di sejarah. Tingkat inflasi di Malaysia dan Thailand senantiasa lebih rendah. Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Sukarno, karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (“kalau perlu uang, cetak saja”). Di zaman Suharto pemerintah berusaha menekan inflasi akan tetapi tidak bisa di bawah 10% setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih besar daripada 5% setahun. Bank Indonesia sekarang punya sasaran untuk menekan angka inflasi ini. Di level teknis sudah ada kesepakatan antara Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membawa tingkat inflasi jangka panjang ke kisaran 3% setahun. Untuk tahun 2005 sasaran BI adalah 6% plus-minus 1%, untuk tahun 2006 5,5% plus-minus 1% dan untuk tahun 2007 5% plus-minus 1%. Maka yang menjadi tarohan adalah inflasi tahun 2005 ini yang dibayangi oleh kenaikan harga BBM. Menurut LPEM-FEUI akan ada tambahan inflasi sekitar 1%, tetapi ada pakar ekonomi lainnya yang memperkirakan 3%, bahkan pakar BPS memasang angka 12%. Pengalaman sejarah menujukkan pengaruh kenaikan harga BBM kepada inflasi dalam kisaran 1-2% setahun.

Pengendalian inflasi masih menghadapi resiko intern dan ekstern yang cukup besar. Dari dalam negeri ada pengaruh politik untuk mengucurkan dana perbankan yang lebih besar ke sektor riil, terutama ke sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dengan suku bunga yang rendah. BI juga tidak dapat mengendalikan perkembangan M-zero secara sempurna, karena perbankan komersial harus melayani keperluan uang para nasabanya, yang bisa dipengaruhi oleh inflationary expectations. Resiko dari sektor ekstern timbul kalau harga minyak bumi masih terus naik, atau nilai rupiah mengalami depresiasi. Belakangan ini bahkan beberapa komoditi pertanian, seperti beras dan gula, mengalami kenaikan harga internasional, yang semuanya akan menjadi imported inflation bagi Indonesia.

Sdr. Miranda menyebut beberapa “fundamental ekonomi” yang belum baik sebagai penghalang tercapainya laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Pertama, masih tingginya pengangguran dan kerentanan pasar tenaga kerja. Kedua, lemahnya kegiatan investasi dan permasalahan fundamental terkait. Ketiga, tingginya potensi tekanan inflasi secara struktural.

Pengangguran yang tinggi terkait kepada pertambahan penduduk dan kualitas pendidikan dan skill sebagian terbesar SDM kita. Di lain fihak pasar tenaga kerja juga kurang fleksibel, artinya, amat mahal bagi perusahaan untuk mengurangi tenaga kerjanya kalau pasarnya menciut. Biaya pesangon untuk pemutusan hubungan kerja amat tingginya. Karena hubungan industrial di Indonesia kurang menguntungkan perusahaan maka banyak bakal investor internasional memilih lokasi Cina dan Vietnam ketimbang Indonesia.

Lemahnya kegiatan investasi baru juga oleh karena bagi pengusaha kepastian hukum sejak reformasi telah berkurang. Pelaksanaan otonomi daerah menambah ketidak pastian. Indonesia sekarang terkenal sebagai high-cost economy. Salah suatu sumber ekonomi biaya tinggi adalah kurang memadainya infra-struktur, karena sejak 1998 praktis tidak ada investasi pemerintah di bidang infra-struktur ini.

Sebetulnya masih ada suatu rintangan fundamental, yakni intermediasi sistim perbankan belum bisa bekerja secara normal, karena ketatnya prudential rules yang baru dan masih ada trauma kredit macet.

Sejak tahun 2004 sudah ada tanda-tanda positip kenaikan investasi dan ekspor akan tetapi belum cukup untuk mengembalikan kinerja zaman sebelum krisis. Waktu itu jumlah investasi nasional (gross) sekitar 30% dari PDB. Di tahun 2004 baru melintasi 20% dari PDB. Statistik impor barang modal juga mulai naik. Akan tetapi, kebanyakan investasi yang masuk belakangan ini ditujukan ke sektor-sektor yang lebih konsumtip, seperti real estate dan shopping malls. Investor asing, misalnya Jepang, juga masih ragu-ragu masuknya, walaupun sudah cukup banyak investor dari negara tetangga Asean (Singapura, Malaysia) dan dari Cina yang mulai masuk. Tetapi, yang dibutuhkan adalah investasi di bidang industri yang menopang ekspor. Daya saing ekspor Indonesia telah melemah, antara lain oleh karena sejak krisis tidak ada investasi baru untuk meningkatkan teknologi.

Maka bisa diadakan kesimpulan, seperti juga dilakukan oleh moderator Hadi Susastro pada sesi pertama itu (yang membahas paper Dr. Miranda) bahwa kebijakan fiskal dan moneter adalah sangat penting dan diperlukan akan tetapi belum cukup untuk meraih pertumbuhan tinggi bagi ekonomi Indonesia. Yang masih diperlukan adalah kebijakan-kebijakan untuk mengimbangi kelemahan struktural, seperti penegakan hukum untuk menjamin kepastian usaha dan perubahan dalam hubungan perburuhan. Pelaksanaan otonomi daerah harus dibenahi agar kepastian usaha bagi perusahaan lebih besar. Administrasi perpajakan juga harus dirombak karena ketidak pastian dan KKN dalam perkiraan serta pungutan pajak mengganggu banyak perusahaan besar.

Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah sekarang untuk mencapai laju pertumbuhan lebih tinggi adalah cukup konservatip (prudent), menyadari bahwa banyak tergantung dari jumlah investasi, yang sebagian besar harus datang dari sektor swasta. Maka yang paling penting adalah membangun iklim investasi yang menarik. Sesudahnya, kita harus sabar menunggu investasi ini datang. Baru sesudah itu laju pertumbuhan akan PDB naik.

Pemerintah sendiri harus memaksimalkan investasi lewat anggaran belanjanya, misalnya untuk membangun infra-struktur yang tidak menguntungkan bagi investor swasta. Tetapi, pengelolaan APBN ini masih mengandung permasalahan sendiri, yang juga terkait dengan prinsip kehati-hatian (prudence). Sasaran Presiden SBY yang dikumandangkan di masa kampanye sebetulnya terlalu ambisius (misalnya mencapai laju pertumbuhan rata-rata 6,6% dalam lima tahun). Laju pertumbuhan di tahun pertama (2005) mungkin sekali (baru) 5,5%. Apa laju pertumbuhan tahun 2009 bisa mencapai 7,6%? Potensinya ada, akan tetapi apakah bisa “dipaksakan”?

Ada yang mau memaksakan dengan memperbesar defisit APBN (menjadi lebih besar dari 1% PDB). Masalahnya adalah bagaimana membiayainya? Dengan menambah utang luar negeri? Bisa dengan menambah utang dalam negeri akan tetapi harus dijaga jangan crowding out pasar kredit bagi sektor swasta. Sebetulnya, (mantan) Menteri Keuangan Boediono sudah mulai menempuh jalan itu. Ada yang menganjurkan jangan takut inflasi naik. Ini main dengan api. Sekali inflasi tertiup maka masyarakat ingat zaman yang lalu, sedangkan BI mau mengusahakan agar expectations ini forward looking.